Justicia gendarusa, Burm f. - Program Pasca Sarjana Universitas

Transcrição

Justicia gendarusa, Burm f. - Program Pasca Sarjana Universitas
TESIS
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN GANDARUSA (Justicia
gendarusa, Burm f.) MENGHAMBAT PROSES
PENUAAN OVARIUM PADA MARMUT
RUSMIATIK
NIM. 0790761018
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
1 PEMBERIAN EKSTRAK DAUN GANDARUSA (Justicia
gendarusa, Burm f.) MENGHAMBAT PROSES
PENUAAN OVARIUM PADA MARMUT
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister Ilmu Biomedik
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
RUSMIATIK
NIM. 0790761018
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
i Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
Pada Tanggal : 24 Juni 2013
PEMBIMBING I,
Prof.dr.I Gusti Made Aman,Sp.FK
NIP.194606191976021001
PEMBIMBING II,
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp,And.FAACS
NIP.194612131971071001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pasca Sarjana,
Universitas Udayana,
Direktur
Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And.,FAACS
NIP. 194612131971071001
ii Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP.195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 03 Juni 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana No.: 0735/UN14.4/HK/2013
Ketua
:
Prof.dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK
Anggota
:
1. Prof. Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp,And. FAACS
2.Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.sc., Sp,And
3.Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH., ph.D
4.dr. A.A.A.N.Susraini, Sp.PA (K)
iii UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam atas segala Rahmat dan
Kasih SayangNYA sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Sepenuh cinta untuk
Rasulullah S.A.W, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah baginya,
ahlulbait dan para sahabatnya, sebagai pembuka cahaya ilmu dan hikmah.
Terima kasih kepada Prof. Dr. dr. I Made Bakta. Sp.PD(K) sebagai Rektor
Universitas Udayana dan kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) sebagai
Direktur Program Pascasarjana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di
Universitas Udayana.
Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih dengan ketulusan serta rasa
hormat kepada :
1. Prof. Dr. dr. I. Made Subratha, MS., Sp.And (Alm) yang begitu tulus memberi
semangat dan dukungan moril hingga akhir hayat, agar penulis mampu
menyelesaikan studi dengan baik, semoga Tuhan membalas segala kebaikan
beliau dengan banyak kebaikan disisi NYA.
2. Prof.. dr . I . Gusti Made Aman Sp.FK, sebagai Dosen Pembimbing I, yang
dengan penuh kesabaran dan ketulusan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
dalam memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sehingga
tesis ini dapat terselesaikan.
3. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And., FAACS. Sebagai ketua Program
Studi Kekhususan Kedokteran Anti Penuaan dan Dosen Pembimbing II. Yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi
mahasiswa
pada program magister Anti-aging medicine. Terimakasih atas kepercayaan,
kesempatan dan bimbingan yang sangat berharga
4. Prof. Dr. dr. J. Alex . Pangkahila, MSc, Sp.And sebagai dosen dan penguji
tesis atas ilmu, bimbingan, dan saran yang sangat berguna selama
menyelesaikan studi dan penyusunan tesis.
iv 5. Prof. Dr . dr N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D, sebagai dosen dan penguji tesis
atas ilmu, bimbingan, saran dan koreksi selama menyelesaikan studi dan
penyusunan tesis.
6. dr A.A.A.N Susraini, Sp.PA (K), selaku dosen dan penguji tesis, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan masukan, sanggahan dan koreksi
sehingga tesis ini menjadi jauh lebih baik.
7. Seluruh dosen Ilmu Biomedik Kedokteran Anti Penuaan atas ilmu dan
bimbingan yang sangat bermanfaat.
8. Seluruh staf dan civitas akademika fakultas kedokteran khususnya program
pasca sarjana, program magister Ilmu Biomedik terima kasih atas bantuanya
selama penulis menempuh pendidikan.
Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih yang besar kepada keluarga
tercinta: Ayah dan Ibunda tercinta H.M. Hamdin dan Hj.Rusnik, adik-adik
tersayang Ira, Denik, Nia, Yani dan Qonita Almira, atas doa, cinta kasih,
dukungan dan toleransi yang sangat luar biasa. Terima kasih juga untuk suami
Ahmad subhan, dan anakku terkasih Ahmad Manomayakosha atas dukungan dan
pengorbanannya menemani penulis selama menyelesaikan pendidikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu
penulis mengharapkan masukan/ide, kritik dan saran yang membangun untuk
memperbaikinya.
Semoga kebaikan dan ketulusan hati semua pihak yang membantu
terwujudnya penulisan tesis ini mendapat limpahan kebaikan yang serupa dari
Allah SWT, Tuhan semesta Alam.
Denpasar, Juni 2013
Penulis
v ABSTRAK
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN GANDARUSA (Justicia gendarusa, Burm
f.) MENGHAMBAT PROSES PENUAAN OVARIUM PADA MARMUT.
Penuaan merupakan proses alamiah yang diikuti penurunan fungsi organ
tubuh. Anti-Aging Medicine (AAM) Ilmu kedokteran yang didasarkan pada
penerapan ilmu terkini dan teknologi-teknologi kedokteran untuk deteksi dini,
pencegahan, pengobatan, dan pengembalian berbagai disfungsi yang berkaitan
dengan usia dan penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
pemberian ekstrak daun gandarusa (justicia gendarusa Burm .f) dapat
menghambat proses penuaan pada ovarium marmut.
Rancangan penelitian ini adalah posttest only control group design, terdiri
dari empat kelompok. Besar sampel 28 ekor marmut betina berusia 24 bulan, berat
badan 600-650 gram. Pemilihan sampel secara random. Penelitian dilakukan
selama 2 bulan dengan waktu perlakuan 28 hari. Kelompok kontrol diberikan 6 ml
aquadest dan kelompok perlakuan masing – masing diberikan ekstrak daun
gandarusa 6 ml peroral 2 kali sehari sesuai dosis. Sesudah perlakuan dilakukan
pembedahan, pembuatan preparat histologi ovarium, dan pengamatan
menggunakan mikroskop. Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan
komparatif dengan bantuan komputer.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah folikel skunder, dan
mengurangi terbentuknya kista fungsional secara bermakna dengan nilai (p<0,05)
pada kelompok perlakuan, disebabkan kemampuan ekstrak daun gandarusa
sebagai fitoestrogen dan antioksidan alami menghambat terbentuknya radikal
bebas, sehingga melindungi DNA dan sel dari kerusakan.
Simpulan : ekstrak daun gandarusa meningkatkan jumlah folikel skunder,
dan mengurangi terbentuknya jumlah kista fungsional. Saran: perlu penelitian
lebih lama agar efek ekstrak daun gandarusa terhadap ovarium tampak lebih jelas.
Kata kunci : ekstrak daun gandarusa, aging process, ovarium.
vi ABSTRACT
ADMINISTRATION OF GANDARUSA LEAVES (Justicia gendarusa,
Burm f.) EXTRACT DELAYS AGING PROCESS IN OVARY OF GUINEA
PIG.
Aging is a natural process which is characterized by the decrease in body
organ function. Anti Aging medicine is a medical speciality founded on the
application of advanced scientific and medical technologies for the early
detection, prevention treatment and reversal of age-related disfunction, disorder
and disease. The objective of the study was to disclose the effect of gandarusa
leaves extract to delay aging process of ovary.
The research design was posttest only control group design that consisted
of four groups. Number of samples was 28 female Guinea pig aged 24 months,
and body weight 600-650 grams. The samples where chosen randomly and the
research was conducted in 2 months, with treatment time during 28 days. The
control groups was treated with 6 ml distilled water and the treatment group was
given gandarusa leaves extract 6ml, with the concentration each 10%, 20%, 30%
orally twice a day. After treatment, surgery was conducted, histology cell
specimen of ovary was made, and observation used microscope. The data were
analyzed descriptively and comparatively with computerized.
Result of the research showed a significanct change (P<0,05) , increased
quantity of secondary follicles, and reduced the number of functional cysts. These
were the results of the ability of gandarusa leaves extract as a fitoestrogen and
antioksidant to blocking free radical formation, it could protect DNA and cell
from damage.
It is concluded that gandarusa leaves extract, increased secondary follicles,
decreased the fibrotic process and the number of the functional cysts. Suggestion :
the duration of a study should be lengthened, so the effect of gandarusa leaves
extrac would be clearer of the ovary development.
Key words : gandarusa leaves extract, aging process, ovary, Guinea Pig.
vii DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM................................................................................................... i
PRASYARAT GELAR........................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI....................................................................... iv
UCAPAN TERIMAKASIH..................................................................................... v
ABSTRAK.............................................................................................................. vi
ABSTRAC............................................................................................................ viii
DAFTAR ISI........................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penuaan................................................................................................ 7
2.1.1 The Wear and Tear Theory......................................................... .7
2.1.2 The Neuro Endocrin Theory......................................................... 8
2.1.3 The Genetic Control Theory.........................................................8
2.1.4 The Free Radical Theory............................................................. 8
2.2 Menopause.......................................................................................... 10
2.3 Pertumbuhan Dan Perkembangan Folikel Ovarium.......................... 11
viii ix 2.3.1 Folikel primer............................................................................. 13
2.3.2 Folikel skunder........................................................................... 14
2.3.3 Folikel tersier.............................................................................. 15
2.3.4 Folike antral............................................................................... 16
2.3.5 Folikel de graff........................................................................... 16
2.4 Estrogen.............................................................................................. 17
2.4.1 Mekanisme Kerja Estrogen....................................................... 17
2.4.2 Efek Estrogen sebagai TSH....................................................... 18
2.5 Tanaman Gandarusa........................................................................... 19
2.5.1 Klasifikasi.................................................................................. 21
2.5.2 Alkaloid..................................................................................... 21
2.5.3 Saponin...................................................................................... 22
2.5.4 Flavonoid................................................................................... 22
2.6 Marmut............................................................................................... 25
2.6.1 Data Biologis............................................................................. 26
2.6.2 Siklus Kelamin Marmut............................................................. 27
2.6.3 Histologi Ovarium Marmut........................................................ 28
BAB III KERANGKA, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berfikir............................................................................... 30
3.2 Konsep Penelitian................................................................................ 31
3.3 Hipotesis..............................................................................................33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian.......................................................................... 33
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 34
4.3 Subjek dan Sampel............................................................................. 34
4.3.1 Variabilitas populasi .................................................................. 34
4.4 Kriteria sampel.................................................................................... 34
4.4.1 Kriteria Inklusi ......................................................................... 34
4.4.2 Drop Out..................................................................................... 34
4.4.3 Besar Sampel............................................................................. 35
4.4.4 Tehnik Penentuan Sampel.......................................................... 35
4.5 Variabel Penelitian .............................................................................. 36
4.5.1 Identifikasi variabel................................................................... 36
4.5.2 Klasifikasi variabel.................................................................... 36
4.5.3 Definisi operasional variabel..................................................... 36
4.6 Hubungan Antar Variabel................................................................... 38
4.7 Bahan Penelitian.................................................................................. 38
4.8 Prosedur Penelitian...............................................................................39
4.9 Analisis Data........................................................................................ 45
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Deskriptif............................................................................... 46
5.1.1 Rerata Mean Sesudah Perlakuan ................................................. 46
5.1.2 Normalitas Data.......................................................................... 46
5.2 Analisis Komparatif.............................................................................47
5.2.1 Hasil Uji Homogenitas ...............................................................47
.
5.2.2 Hasil Uji Anova...........................................................................48
5.2.3 Hasil Uji LSD.............................................................................49
BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................51
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan................................ ........................................................56
7.2 Saran. ............................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................57
LAMPIRAN-LAMPIRAN.
.................................................................................6
x DAFTAR GAMBAR
2.2 Folikel Anthral ................................................................................................11
2.3.1 Folikel Primer................................................................................................14
2.5 Tanaman Gandarusa.........................................................................................20
xi DAFTAR BAGAN
3.2 Bagan Konsep Penelitian…………………………………...……….…… 31
4.6 Bagan Hubungan Antar Variabel…………………………………..……....38
4.8 Bagan Prosedur Penelitian………………………………………...………..44
xii DAFTAR TABEL
5.1. Tabel Rerata Sesudah perlakuan.................................................................46
5.2 Hasil uji normalitas data...............................................................................47
5.3 Hasil Uji Homogenitas Varians.....................................................................48
5.4 Hasil Uji Annova...........................................................................................48
5.5 Hasil Uji LSD...............................................................................................49
xiii DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Analisa Data……………………………………………………….60
2. Gambaran Histologi Ovarium …………………………………………...64
3. Gambaran Prosedur Penelitian……...……………………………………65
4. Ethical Clearance.......................................................................................66
xiv 1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan merupakan proses alamiah yang dilalui oleh setiap mahluk hidup
bila mempunyai umur panjang, sekaligus sebagai proses yang sangat ditakuti
oleh kebanyakan orang. Selama proses tersebut, terjadi perubahan anatomi
dan penurunan fungsi organ tubuh.
Perkembangan ilmu kedokteran anti penuaan (KAP) atau Anti-Aging
Medicine (AAM) telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Ilmu
kedokteran yang didasarkan pada penerapan ilmu terkini dan teknologiteknologi kedokteran untuk deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan
pengembalian berbagai disfungsi yang berkaitan dengan penuaan, yang
bertujuan memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Ilmu ini merupakan
model pemeliharaan kesehatan yang mendukung penelitian-penelitian yang
inovatif untuk memperpanjang harapan hidup yang berkualitas (Pangkahila,
2007).
Tidak ada satupun teori yang dapat menjelaskan secara tuntas proses
penuaan. Beberapa teori penyebab penuaan sebagai faktor internal adalah
Wear and Tear Theory , diperkenalkan oleh Dr. August Weismann seorang
ahli biologi dari Jerman pada tahun 1882. Dia menyatakan bahwa tubuh dan
sel-selnya rusak oleh karena terlalu banyak digunakan (overuse) dan disalah
gunakan (abuse). Neuroendocrine Theory, teori ini dikembangkan oleh
Vladimir Dilman, menekankan pada sistem neuroendokrin, yang merupakan
2 jaringan biokimia yang rumit dalam pelepasan hormon dan elemen vital
tubuh. Genetic Control Theory, fokus teori ini terletak pada program genetik
DNA. Manusia dengan kode genetik unik yang menentukan berapa umur dan
lama hidupnya. Free Radical Theory, diperkenalkan oleh R. Greschman, pada
tahun 1954, kemudian dikembangkan oleh Dr. Denham Harman. Teori ini
memberikan penekanan pada radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh
manusia (Goldman and Kaltz, 2007). Empat teori di atas merupakan faktor
internal. Sedangkan faktor eksternal yang berkontribusi terhadap proses
penuaan adalah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan yang salah,
lingkungan, stress dan kemiskinan (Pangkahila, 2007).
Kematian sel pada organ reproduksi wanita telah dimulai pada bulan kelima
masa embrio, dimana oogonia yang sudah menjadi oosit primer mengalami
atresia. Pada bulan ketujuh sebagian oogonia mengalami degenerasi kecuali
yang berada dekat permukaan ovarium. Pada saat lahir diperkirakan jumlah
oosit primer antara 700 ribu sampai 2 juta. Selama 2 tahun masa kanak-kanak
berikutnya, sebagian besar oosit menjadi atresia, menjelang pubertas hanya
tinggal lebih kurang 40 ribu, dan kurang dari 500 akan mengalami ovulasi
sepanjang masa reproduksi seorang wanita (Sadler, 2004).
Proses penuaan yang paling mudah dilihat adalah proses penuaan secara
fisik. Menopause merupakan proses alami, dimana seorang wanita mengalami
gejala- gejala psikis seperti kehilangan gairah, depresi, sulit tidur, dan gejala
fisik berupa gangguan kardiovaskuler, osteoporosis, gangguan metabolisme,
gangguan pada saluran urogenital, sebagai akibat penurunan kadar estrogen.
3 Rata-rata usia wanita mencapai menopause adalah 51,4 tahun paling awal
biasanya pada usia 40-an dan paling akhir pada usia 60 tahun. Pada tahun
2004 di Amerika Serikat, wanita mempunyai kemungkinan hidup rata-rata
sampai 80 tahun. Jadi wanita akan hidup pada menopause selama 30-40 tahun
(Harvey, 2008).
Selama masa pubertas tiap bulannya 15-20 folikel primordial berkembang
dan setiap 28 hari sekali mengalami ovulasi. Hal ini terjadi selama 30-40
tahun kemudian. Satu oosit yang dilepas setiap bulannya, jadi jumlah
seluruhnya kira-kira 450 oosit yang dilepaskan selama masa reproduksi.
Jumlah folikel yang tersedia sangat berbeda pada setiap wanita. Sebagian
wanita pada usia 35 tahun masih memiliki 100.000 folikel, sedangkan wanita
lain pada usia yang sama hanya memiliki 10.000 folikel. Penyebab
berkurangnya jumlah folikel terletak pada folikel itu sendiri. Seperti sel-sel
tubuh yang lain, oosit juga dipengaruhi oleh stress biologik seperti radikal
bebas, kerusakan permanen dari DNA dan bertumpuknya bahan kimia yang
dihasilkan dari proses metabolisme tubuh. Oosit yang telah mengalami
kelainan akan dikeluarkan melalui proses apoptosis, yaitu kematian sel yang
terprogram (Gartner dan Hiatt, 2001).
Proses penuaan dapat dihambat dengan beberapa upaya, antara lain dengan
menjaga kesehatan tubuh, hindari stress, mengupayakan berfikir positif dan
optimis, pemakaian obat sesuai petunjuk ahli (Pangkahila, 2007).
Pengobatan pada menopause ditujukan untuk mengurangi gejala-gejala
yang muncul dan mencegah atau memperingan keadaan kronis yang mungkin
4 timbul seiring dengan bertambahnya usia. Hormon replacement therapy
(HRT) yang biasa dipakai adalah estrogen, gestagen, estrogen progesterone
sekuensial, dan estrogen progesterone kombinasi secara kontinyu. Metode
pemberian secara oral, transdermal, semprotan hidung, vaginal krem dan
intramuscular (Baziad, 2003).
Estrogen paling sering digunakan sebagai terapi sulih hormon (TSH) bagi
wanita menopause. Efektivitas hormon tersebut dalam mengatasi keluhan
selama masa menopause sangat tinggi, akan tetapi tidak semua wanita
menopause boleh menggunakannya. Hal ini disebabkan oleh adanya kontra
indikasi pemberian TSH tersebut, di antaranya adalah wanita yang menderita
kanker (payudara, endometrium), kerusakan hati, hipertensi, hiperlipidemia,
dan perdarahan per vaginam dengan penyebab tidak jelas (Baziad, 2003).
Hasil penelitian Etnawati (1988), daun gandarusa mengandung justicin,
alkaloida, saponin, flavonoida , minyak atsiri, dan tannin. Flavonoid adalah
bagian dari fitoestrogen yang merupakan hormon estrogen yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang memiliki struktur mirip dengan estrogen, senyawa ini
juga memiliki aktivitas estrogenik sehingga fitoestrogen berpotensi
dikembangkan sebagai terapi alternatif pengganti estrogen.
Mengingat makin besarnya pengaruh eksternal pada proses penuaan
ditambah dengan apoptosis yang terjadi pada oosit, maka muncul pertanyaan
apakah penelitian mengenai ekstrak daun gandarusa dapat menghambat
proses penuaan ovarium marmut dengan meningkatkan jumlah folikel
sekunder, dan menurunkan terbentuknya kista fungsional ?
5 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut:.
1.2.1
Apakah pemberian ekstrak daun gandarusa dapat mencegah penurunan
jumlah folikel sekunder pada ovarium marmut (Cavia cobaya)?
1.2.2
Apakah
pemberian
ekstrak
daun
gandarusa
dapat
menurunkan
terbentuknya kista fungsional pada ovarium marmut.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pemberian ekstrak daun gandarusa dapat menghambat
proses penuaan pada ovarium marmut.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui pemberian ekstrak daun gandarusa dapat
mencegah
penurunan jumlah folikel sekunder pada ovarium marmut.
1.3.2.2 Mengetahui pemberian ekstrak daun gandarusa dapat menurunkan
terbentuknya kista fungsional pada ovarium marmut.
6 1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
1.4.1.1 Memberi informasi ilmiah mengenai pemberian ekstrak daun gandarusa
dalam proses penuaan ovarium.
1.4.1.2 Mendukung pengembangan penelitian hormon sebagai alternatif pengganti
Hormon replacement therapy (HRT).
1.4.2 Manfaat praktis
Bila terbukti ekstrak daun gandarusa dapat menghambat proses penuaan
ovarium pada marmut, dapat dilanjutkan untuk uji klinis ketahap berikutnya
atau penelitian lain pada manusia
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
Penuaan merupakan akumulasi dari perubahan-perubahan dalam sel dan
jaringan yang dapat meningkatkan resiko kematian. Secara kronologis, setiap kali
bumi selesai mengelilingi matahari, usia bertambah satu tahun. Akan tetapi,
penuaan atau menjadi tua secara biologis berbeda pada tiap orang (Wihandani,
2007).
Penyebab penuaan secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Para ahli mengemukakan banyak teori tentang
penuaan. Tidak satupun teori yang dapat menjelaskan secara tuntas teori penuaan
tersebut. Goldman and Kaltz (2007) mengemukakan tentang empat prinsip teori
penuaan berikut ini.
2.1.1 The wear and tear theory
Tubuh dan sel-selnya rusak oleh karena banyak digunakan (overuse) dan
disalah gunakan (abuse). Proses penuaan tidak sama pada setiap orang. Hal ini
berkaitan dengan adanya toksin, dalam diet dan lingkungan; mengkonsumsi
makanan yang banyak lemak, gula, kafein, alkohol, nikotin; sinar ultra violet dari
matahari; beberapa faktor fisik lain dan stress emosional. Pemberian suplemen
nutrisi dapat membantu menstimulasi kemampuan tubuh itu sendiri untuk
memperbaiki dan memelihara organ dan sel-selnya.
8 2.1.2 The neuroendocrine theory
Teori ini menekannkan pada sistem neuroendokrin sebagai jaringan
biokimia yang rumit dalam pelepasan hormon dan elemen vital tubuh. Hormon
sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh. Bila produksi
hormon menurun akibat penuaan, maka kemampuan tubuh untuk memperbaiki
dan mengatur fungsi tubuh juga menurun.
2.1.3 The genetic control theory
Teori ini berfokus pada program genetik DNA. Saat lahir memiliki kode
genetik unik yang dapat menentukan kecendrungan tipe badan dan fungsi
mentalnya. Pewarisan genetik dapat menentukan umur dan berapa lama hidupnya.
2.1.4 The free radical theory
Teori ini memberi penekanan pada radikal bebas yang dapat merusak
tubuh manusia. Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) yang
dihasilkan selama metabolisme sel normal dan dari luar tubuh (exogenous).
Radikal bebas dapat merusak membran sel, protein, dan DNA sehingga dapat
berakibat fatal bagi kelangsungan hidup sel atau jaringan. Perubahan-perubahan
oleh radikal bebas diyakini sebagai penyebab utama dari penuaan, penyakit, dan
kematian.
Efek buruk radikal bebas berupa reaksi berantai yang menyebabkan
oksidasi bahan-bahan organik oleh molekul oksigen. Dalam keadaan fisiologis,
akibat buruk radikal bebas dapat diredam oleh tubuh melalui antioksidan. Bila
9 jumlah anti oksidan tubuh kurang dari kebutuhan, timbul stress oksidatif yang
akhirnya dapat menimbulkan kerusakan dan kematian sel (Wihandani, 2007).
Faktor eksternal penyebab penuaan antara lain diet, gaya hidup, dan
kebiasaan yang salah; polusi lingkungan; stress; serta kemiskinan. Seluruh faktor
eksternal tersebut dapat mempengaruhi faktor internal (Pangkahila,2007a).
Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan
perubahan fisik dan psikis. Pangkahila (2007b) menguraikan, proses penuaan
berlangsung melalui tiga tahap, yaitu tahap subklinik (usia 25-35 tahun), tahap
transisi (usia 35-45 tahun), dan tahap klinik (usia 45 tahun keatas). Pada tahap sub
klinik sebagian besar hormon didalam tubuh seperti testosteron, growth hormone,
dan estrogen mulai menurun. Kerusakan sel dan DNA mulai mempengaruhi
tubuh, tetapi tidak dirasakan oleh individu bersangkutan. Pada tahap transisi
penurunan hormon mencapai 25%, massa otot berkurang sebanyak satu kg per
tahun yang menyebabkan tenaga dan kekuatan dirasakan menghilang, sedangkan
komposisi lemak tubuh bertambah yang mengakibatkan resistensi insulin, resiko
penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat, dan obesitas. Kerusakan DNA
mulai diekspresikan, yang dapat mengakibatkan penyakit, menurunnya memori,
dan diabetes. Pada tahap klinik, penurunan kadar hormon terus berlanjut yang
mengakibatkan menurunnya bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan
makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun dan massa otot
berkurang. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu
keharmonisan banyak pasangan.
10 Proses penuaan dapat dihambat dengan beberapa upaya, antara lain
menjaga kesehatan tubuh, menghindari stress, mengupayakan berfikir positif dan
optimis, lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, dan pemakaian obat
sesuai petunjuk ahli (Pangkahila,2007b).
2.2 Menopause
Menopause dibagi dalam beberapa tahap: (1) pramenopause. Ini adalah fase
antara usia 40 tahun, yang ditandai dengan haid yang tidak teratur, dengan
perpanjangan masa perdarahan haid dan jumlah darah haid yang relatif banyak,
kadang disertai nyeri haid. Perubahan endokrin yang terjadi berupa fase
pemendekan folikuler, tingginya kadar estrogen, FSH biasanya tinggi bahkan
normal; (2) Perimenopause. Merupakan fase peralihan antara pramenopause dan
menopause. Ditandai dengan siklus haid tidak teratur, (panjang >38 hari, pendek
<18 hari ). Dua tahap tersebut adalah proses awal yang normal sampai menopause
dan mungkin berlangsung 4 atau 5 tahun bahkan lebih; (3) Menopause. Jumlah
folikel yang mengalami atresia meningkat sampai tidak tersedia folikel yang
cukup. Produksi estrogen berkurang dan tidak terjadi haid lagi. Diagnosis
menopause merupakan diognosis retrospektif bila dalam 12 bulan terakhir tidak
mendapat menstruasi dan dijumpai kadar FSH darah > 40 mlU/ml dan kadar
estradiol <30pg/ml berarti seseorang mencapai menopause (Baziad, 2003). Pasca
menopause ovarium sudah tidak berfungsi sama sekali, kadar estradiol berada
antara 20-30 pg/ml dan kadar hormon gonadotropin biasanya meningkat (Harvey,
2002).
11 Setelah menopause ovarium mengecil sampai setengah ukurannya dari masa
reproduksi, dan biasanya permukaanya tidak merata tapi berbatas tegas dan solid,
kadang terlihat kista fungsional di kortex bertambah dan biasanya mencapai
jumlah terbanyak pada usia 40-50 tahun. Gambaran yang khas dari ovarium pasca
menopause adalah tidak adanya folikel primordial yang diikuti dengan tidak
adanya folikel yang matang, korpus luteum, korpus albikan, dan folikel yang
atresia. Stroma ovarium mengalami peningkatan kolagen interseluler dan selnya
menjadi lebih kecil, lebih hitam dan nukleusnya tidak tampak. Dalam keadaan lain
dapat juga ditemukan hiperplasia stroma ovarium dan setelah menopause stroma
menjadi fibrotik ( Clement, 2002).
Begitu memasuki usia premenopause, panjang kavum uteri pada uterus
mulai berkurang. Pada pasca menopause terjadi degenerasi miometrium, dinding
pembuluh darah menipis dan rapuh. Kelenjar endoservikal juga atropi, lemak
subkutan berkurang, distrofi vulva (atropi dan hiperkeratosis) ( Clement, 2002).
Gambar.2.2 Folikel Anthral 2.3 Pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium
Epithel germinal mengelilingi ovarium. Di bawah epithel terdapat tunika
albuginea yang memiliki vaskularisasi sangat sedikit. Ovarium terdiri dari korteks
12 dan medulla. Korteks merupakan bagian fungsional ovarium yang terdiri atas
jaringan konektif yang disebut stroma yang di dalamnya terdapat folikel ovarium
dalam berbagai tahap perkembangan. medula berada di bagian tengah ovarium,
terdiri atas jaringan konektif yang kaya vaskularisasi, saraf, limfa, serta terdapat
sel interstitial (Gartner and Hiatt, 2001).
Oosit primer yang bertahan hidup dikelilingi oleh sel epithelial pipih yang
disebut folikel primordial. Selama masa pubertas, setiap bulannya 15-20 folikel
primordial berkembang dan satu folikel diantaranya mengalami ovulasi setiap 28
hari (sadler, 2004). Hal ini terjadi selama 35-40 tahun kemudian. Dalam 10-15
tahun terakhir sebelum menopause, terjadi suatu percepatan kehilangan folikel.
Jumlah folikel primordial pada saat menopause mungkin akan habis atau kurang
dari 100. Hal ini menyebabkan turunnya level hormon estrogen akibat
berkurangnya jumlah folikel aktif, meningkatnya jumlah folikel yang mengalami
atresia akibat apoptosis, peningkatan FSH, serta penurunan level inhibin B seperti
insulin-like growth factor I (Gordon and Speroff, 2002).
Jumlah folikel yang tersedia sangat berbeda pada setiap perempuan. Oosit
dan pertumbuhan folikel juga dipengaruhi oleh stress biologis seperti radikal
bebas, kerusakan DNA, dan menumpuknya bahan kimia yang dihasilkan oleh
proses metabolisme tubuh. Oosit selalu mengalami kendali mutu yang ketat,
sehingga oosit yang mendapat kelainan akan mengalami apoptosis (Baziad, 2003).
Saat usia lebih dari 30 tahun ovarium mulai mengecil dan jumlah kista
fungsionalnya bertambah, yang mencapai puncaknya antara umur 40-45 tahun.
13 Pada usia tersebut tidak jarang ditemukan hyperplasia stroma ovarium, dan setelah
menopause akan berkurang dimana stroma ovarium mengalami fibrotik.
Meskipun telah menghentikan fungsinya, ovarium masih tetap sebagai
organ endokrin, diamana sel-sel interstitial dan sel-sel stromanya memproduksi
testosteron dan androstenedion, serta estradiol dan progesteron dalam jumlah kecil
(Baziad, 2003).
Folikel di korteks ovarium seluruhnya berada pada tahap folikel primordial
sebelum mencapai masa pubertas. Oosit berhenti berkembang sampai berada pada
stadium diploten. Oosit tersebut dikelilingi oleh selapis sel granulose pipih dan
tidak memiliki suplai pembuluh darah. Dipisahkan dari stroma ovarium oleh
lamina basalis. Folikel ini tidak dipengaruhi oleh gonadotropin. Tetapi,
diferensiasi dan proliferasinya dipicu oleh faktor lokal (Anantasika, 2005).
Perkembangan sel folikuler dan oosit terdiri dari lima tahap. Tahapan yang
dimaksud meliputi primer (folikel primer), sekunder (folikel sekunder),tertier atau
early antral phase, antral, dan graafian follicle. Menurut Bulun dan Adashi
(2002), tahap perkembangan folikel ovarium sebagai berikut.
2.3.1 Folikel primer (100-150 µm)
Perkembangan folikel primer merupakan stadium pertama pertumbuhan
folikel. Oosit mulai tumbuh, terbentuk zona pellusida yang mengelilingi oosit.
Zona pellusida tersebut disintesis oleh oosit dan sel granulosa yang terletak di
14 antara oosit dan lapisan sel granulose. Pada akhir stadium ini, sel-sel granulosa
mengalami perubahan morfologi dari skuamosa menjadi kuboidal.
Gambar. 2.3.1 Folikel Primer
2.3.2 Folikel sekunder
Diameter oosit mencapai 200 µm. Pertumbuhan folikel meliputi proliferasi
sel-sel granulosa, dan terbentuknya sel-sel teka merupakan perubahan ke arah
folikel sekunder. Dengan perkembangan sel teka, folikel memperoleh suplai darah
tersendiri meskipun lapisan sel granulosa tetap avaskuler. Sel-sel granulosa
membentuk reseptor-resptor follicle stimulating hormone (FSH), estrogen, dan
androgen (Wiknjosastro, 2005).
Menurut Garner and Hiatt (2001), pada akhir tahap perkembangan folikel
sekunder sel-sel stroma membesar dan kapiler-kapiler memasuki teka interna
untuk memberi nutrisi kepada teka interna dan sel-sel granulosa yang avaskular.
Sebagian besar folikel yang mencapai perkembangan pada tahap ini mengalami
atresia. Tetapi, beberapa sel granulosanya tidak mengalami degenerasi dan
membentuk kelenjar interstitial yang mensekresi androgen.
15 2.3.3 Folikel tertier
Folikel tertier atau early antral phase ditandai dengan pembentukan
sebuah antrum atau rongga dalam folikel. Cairan antrum mengandung steroid,
protein, elektrolit, dan proteoglycans. Di bawah pengaruh FSH, sel-sel granulosa
mulai berdiferensiasi membentuk membran periantral, cumulus oophorus, dan
lapisan corona radiata. Sel granulosa mensekresi aktivin dan meningkatkan
ekspresi P450 aromatase karena stimulasi FSH. Fungsi aktivin adalah
meningkatka ekspresi gen reseptor FSH di sel granulosa dan mempercepat
folikulogenesis. Disisi lain, sel granulosa juga mensekresi inhibin. Inhibin terlibat
dalam lengkung umpan balik negatif yang menghambat hipofise mensekresi FSH.
Pertumbuhan folikel selama fase ini karena mitosis sel granulosa akibat stimulasi
FSH. Bila tidak terdapat FSH, folikel akan mengalami atresia (Wiknjosastro,
2005).
Atas pengaruh FSH dan estrogen, sel-sel teka interna mendapatkan
reseptor LH. Di bawah pengaruh LH, sel teka interna meningkatkan jumlah
reseptor LH dan memperkuat aktivitas enzim
StAR, 3 β hidroxysteroid
dehydrogenase (3βHSD) dan P450c17 untuk segera meningkatkan sekresi
androgen dalam bentuk androstenedion dan testosteron. Selanjutnya androgen
berdifusi melewati lamina basalis folikel menuju sel granulose. Di bawah
pengaruh FSH, androgen terutama androstenedion mengalami proses aromatisasi
dengan bantuan enzim P450 aromatase menjadi estrogen. Estrogen yang
dihasilkan bekerja pada folikel untuk meningkatkan jumlah reseptor FSH di sel
16 granulosa sehingga sel tersebut mengalami proliferasi. Hal ini penting dalam
seleksi folikel dominan (Wiknjosastro, 2005).
2.3.4 Folikel antral
Fase pertumbuhan antrum (antral phase) ditandai oleh pertumbuhan cepat
dari folikel dan bersifat sangat tergantung pada gonadotropin. Di bawah pengaruh
FSH sel teka interna terus berdiferensiasi dan mensekresi androstenedion lebih
banyak sehingga estrogen yang dihasilkan juga bertambah banyak. Meningkatnya
estrogen menyebabkan aktivitas FSH dalam folikel diperkuat, memberi umpan
balik negatif ke hipofisis untuk menghambat sekresi FSH serta memfasilitasi
pengaruh FSH dalam membentuk reseptor LH di sel granulosa. Puncak FSH,
merangsang munculnya reseptor LH yang adekuat di sel-sel granulosa untuk
terjadinya luteinisasi (Wiknjosastro, 2005).
2.3.5 Graafian follicle (Folikel de Graaf)
Fase ini merupakan proses penentuan atau seleksi satu folikel dominan
yang akan berovulasi. Turunnya kadar FSH menyebabkan folikel antral yang lebih
kecil mengalami atresia, sedangkan folikel dominan terus tumbuh dengan
mengakumulasi jumlah sel-sel granulosa dan reseptor FSH yang lebih banyak.
Tingginya kadar estrogen dalam folikel memberi umpan balik positif ke hipofise
untuk menghasilkan lonjakan LH. Lonjakan LH tersebut menyebabkan
disekresinya progesteron di sel-sel granulosa. FSH, LH, dan progesteron
menstimulasi enzim-enzim proteolitik yang mendegradasi kolagen di dinding
folikel sehingga mudah ruptur. Disekresinya prostaglandin menyebabkan otot-otot
17 polos ovarium berkontraksi sehingga membantu pelepasan ovum (Wiknjosastro,
2005).
Setelah ovulasi, sel-sel stratum granulosa, jaringan ikat, dan pembuluh
darah kecil di ovarium mulai berpoliferasi. Selanjutnya sel-sel granulosa
membesar dan mengandung lutein dengan banyak kapiler dan jaringan ikat
diantaranya serta berwarna kekuningan yang disebut korpus luteum. Korpus
luteum mensekresi hormon progesteron. Bila terjadi fertilisasi, korpus luteum
tersebut dipertahankan sampai plasenta terbentuk sempurna. Bila tidak terjadi
fertilisasi, sel-selnya mengalami atropi dan terbentuklah korpus albikans
(Wiknjosastro, 2005).
2.4 Estrogen
2.4.1 Mekanisme kerja
Estrogen dan progesterone adalah hormon-hormon yang dihasilkan oleh
ovarium. Estrogen terutama meningkatkan proliferasi dan pertumbuhan sel-sel
spesifik pada tubuh dan bertanggung jawab akan perkembangan sebagian besar
sifat seksual skunder wanita. Sedangkan progesterone hampir seluruhnya
berkaitan dengan persiapan akhir uterus untuk kehamilan dan kelenjar mammae
untuk laktasi (Guyton, 2000).
Pada wanita normal yang tidak hamil, estrogen disekresikan dalam jumlah
besar oleh ovarium dan jumlah kecil oleh korteks adrenal. Pada kehamilan,
estrogen juga disekresi oleh plasenta. Ada 3 yang terdapat dalam jumlah yang
18 bermakna, yaitu beta estradiol, estron, dan estrion. Beta estradiol merupakan
estrogen utama yang disekresi oleh ovarium. Estron sebagian besar disekresi oleh
korteks adrenal ginjal dan sel teka ovarium. Estriol adalah estrogen yang lemah,
merupakan produk oksidasi estradiol dan estron, perubahan ini terjadi pada hati.
Potensi beta estradiol 12 kali potensi estron dan 80 kali potensi estriol, sehingga
beta estradiol dianggap sebagai estrogen utama (Guyton, 2000).
Estrogen pada tulang menyebabkan aktivitas osteoblastik dan penyatuan
epifisis dini dengan diafisis tulang panjang. Pada pelvis menyebabkan perluasan
pelvis. Pada kulit menyebabkan sifat lembut dan halus (Guyton, 2000).
Estrogen berperan sebagai pemberi efek umpan balik negatif yang kuat
menekan gonadotropin (FSH dan LH) sehingga pertumbuhan folikel terhambat.
Efek ini yang diambil sebagai mekanisme kerja obat anti fertilitas, dengan
estrogenik sintetik menghambat ovulasi melalui efek pada hipothalamus, yang
kemudian mengakibatkan supresi pada FSH dan LH kelenjar hipofise (Guyton,
2000).
2.4.2 Efek estrogen sebagai terapi sulih hormon (TSH).
Kemanjuran TSH dalam mengatasi keluhan menopause seperti vasomotor, psikofisiologik, dan urogenital menempatkan TSH sebagai pengobatan kunci bagi
menopause ( Hidajat, 2001).
Untuk TSH tersedia berbagai jenis estrogen dan yang dianjurkan adalah
estrogen alamiah. Disebut alamiah karena estrogen tersebut memiliki sifat dan
19 cara kerja yang sama dengan hormon yang di dalam tubuh wanita. Yang termasuk
estrogen alamiah adalah estradiol, estron, estron sulfat, estriol dan ester estradiol
seperti estradiol benzoate, estradiol valerat, atau estradiol suksinat (Baziad, 2003).
Estrogen sintetik seperti etinil estradiol dan mestranol sangat tidak dianjurkan
penggunaannya sebagai TSH karena estrogen jenis ini sangat memberatkan fungsi
hati dan efek sampingnya banyak. Misalnya etinil estradiol memicu pembentukan
angiotensinogen 35.000 kali lebih kuat dibanding estrogen alamiah, sehingga
dapat meningkatkan tekanan darah. Efeknya terhadap proliferasi endometrium
juga sangat besar. Estradiol merupakan estrogen utama wanita usia reproduksi,
sehingga dibuat estrogen alamiah yang didalam tubuh akan diubah menjadi
estradiol. Yang paling efektif adalah estradiol dan estradiol valerat (Baziad, 2003).
2.5 Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f.)
Tanaman ini berupa semak, pada umumnya di tanam sebagai pagar hidup atau
tumbuhan liar di hutan, tanggul sungai atau di pelihara sebagai tanaman obat.
Tumbuh pada ketinggian 1-500 m di atas permukaan laut. tumbuh tegak, tinggi
dapat mencapai 2 m, percabangan banyak, dimulai dari dekat pangkal batang.
Cabang - cabang yang masih muda berwarna ungu gelap, dan bila sudah tua
warnanya menjadi coklat mengkilat. Daun letak berhadapan, berupa daun tunggal,
yang bentuknya lanset dengan panjang 5-20 cm., lebar 1-3,5 cm, tepi rata, ujung
daun meruncing, pangkal berbentuk biji bertangkai pendek antara 5 – 7,5 mm,
warna daun hijau gelap.
20 Bunga kecil berwarna putih atau dadu yang tersusun dalam rangkaian berupa
malai bulir yang menguncup, berambut menyebar dan keluar dari ketiak daun atau
ujung tangkai. Buah berbentuk bulat panjang. Selain yang berbatang hitam lebih
populer ada juga yang berbatang hijau. Di India dan Asia Tenggara dipakai
sebagai penurun panas, merangsang muntah, anti reumatik, pengobatan sakit
kepala, kelumpuhan otot wajah, eczema, sakit mata dan telinga (Sastroamidjojo,
1967).
Nama lokal Handarusa (Sunda), Gandarusa, Tetean, Trus (Jawa), Puli
(Ternate), Besi-besi (Aceh), Gandarusa (Melayu), Bo gu dan (China), Gandarisa
(Bima). Daun gandarusa mengandung justicin, alkaloida, saponin, flavonoida,
minyak atsiri, dan tanin. Berkhasiat sebagai obat pegal linu, obat pening dan obat
untuk haid yang tidak teratur. Kegunaan yang lain untuk obat luka terpukul
(memar), patah tulang (Fraktur), reumatik pada persendian, bisul, borok dan
korengan. Daun tanaman gandarusa mempunyai banyak kegunaan dalam
pengobatan tradisional. Di antaranya, akar dan daun direbus, kemudian diminum
dua kali dalam sebulan bisa sebagai obat KB bagi laki-laki (Syamsuhidayat,
1991).
Gambar . 2.5 Tanaman Gandarusa
21 2.5.1 Klasifikasi
Divisi
= Spermatophyta
Sub Divisi
= Angiospermae
Kelas
= Dicotyledonae
Ordo
= Euphorbiales
Familia
= Euphorbiaceae
Genus
= Justicia
Spesies
= Justicia gendarussa Burm. f.
2.5.2 Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan steroid, adalah hormon seks yang berfungsi
mengatur fungsi-fungsi organ reproduksi, baik pada perempuan maupun pada
laki-laki. Hormon steroid seks yang terpenting adalah Estrogen, Gestagen
(progesteron) dan Androgen. Estrogen adalah hormon streroid dengan 18 atom C
yang dibentuk dari 17 ketosteroid androstenedion, dan dibagi menjadi dua jenis,
yaitu estrogen alamiah dan sintetik. Jenis estrogen alamiah yang terpenting adalah
estradiol (E2), estriol (E3), dan estron (E4). Estrogen baru dapat bekerja secara
aktif setelah diubah terlebih dahulu menjadi estradiol. Estrogen dibentuk tidak
hanya pada fase folikuler, melainkan pada fase luteal oleh sel-sel yang terdapat
pada dinding folikel. Pada endometrium estrogen menyebabkan perubahan
proliferatif, sedangkan pada vagina, tuba dan uterus, estrogen akan meningkatkan
kemampuan kerja organ-organ tersebut. Gestagen (progesterone) termasuk steroid
21 atom C, baru bisa bekerja pada organ sasaran setelah terbentuk reseptornya
22 terlebih dahulu oleh estrogen. Progesteron menyebabkan perubahan sekretorik
pada endometrium dan mengurangi kontraksi miometrium. Pada serviks,
progesteron menyebabkan perubahan konsistensi lendir serviks, sehingga sulit
untuk ditembus oleh sperma dan pada akhirnya tidak terjadi fertilisasi
(Maidangkay, 2008 ).
2.5.3 Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpen dan sterol. Ikatan sterol.
Ikatan sterol dalam senyawa saponin merupakan ikatan steroid yang terdapat
dalam hormon steroid, termasuk dalam kelompok steroid yang mempunyai sifat
penghambat spermatogenesis (Maidangkay, 2008 ).
Golongan steroid merupakan prekursor hormon estrogen yang salah satu
kerjanya pada otot polos uterus, yaitu merangsang kontraksi uterus. Estrogen
dapat menurunkan sekresi FSH pada keadaan tertentu akan menghambat LH
(reaksi umpan balik) sehingga dapat mempengaruhi populasi (Maidangkay, 2008).
2.5.4 Flavonoid
Flavonoid merupakan substansi poliphenolic yang terdapat dalam sebagian
besar tanaman. Kombinasi multipel grup hidroksil, gula, oksigen, dan grup metal
membentuk beberapa kelas dari flavonoid yaitu flavonols, flavones, flavan 3ols (
cattechins) antochyains dan isoflavons (Zilliken, 2009).
Isoflavon merupakan flavonoid yang bertindak sebagai fitoestrogen yang
banyak berguna bagi kesehatan. Flavonoida dan isoflavonoida adalah salah satu
golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-
23 tumbuhan, khususnya dari golongan Leguminoceae (tanaman berbunga kupukupu) (Zilliken, 2009).
Senyawa isoflavon terdistribusi secara luas pada bagian - bagian tanaman,
baik pada akar, batang, daun, maupun buah, sehingga senyawa ini secara tidak
disadari juga terdapat dalam menu makanan sehari-hari. Bahkan, karena
sedemikian luas distribusinya dalam tanaman maka dikatakan bahwa hampir tidak
normal apabila suatu menu makanan tanpa mengandung senyawa flavonoid. Hal
tersebut menunjukkan bahwa senyawa flavon tidak membahayakan bagi tubuh
dan bahkan sebaliknya dapat memberikan manfaat pada kesehatan (Zilliken,
2009).
Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak
disintesis oleh tanaman. Oleh karena itu, tanaman merupakan sumber utama
senyawa isoflavon di alam (Zilliken, 2009)
Berdasarkan biosintesisnya flavon/isoflavon digolongkan sebagai senyawa
metabolit sekunder. Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid (1,2diarilpropan) dan merupakan bagian kelompok yang terbesar dalam golongan
tersebut
Aktivitas fisiologis senyawa isoflavon telah banyak diteliti dan ternyata
menunjukkan bahwa berbagai aktivitas berkaitan dengan struktur senyawanya.
Aktivitas suatu senyawa ditentukan pula oleh gugus-gugus yang terdapat dalam
struktur tersebut. Dengan demikian, dengan cara derivatisasi secara kimia dan
secara biologis, dapat dibentuk senyawa-senyawa aktif yang diinginkan. Dalam
24 hal struktur, aktivitas antioksidan ditentukan oleh bentuk struktur bebas (aglikon)
dari senyawa. Aktivitas tersebut ditentukan oleh gugus -OH ganda, terutama
dengan gugus C=0 pada posisi C-3 dengan gugus -OH pada posisi C-2 atau pada
posisi C-5.
Hasil transformasi isoflavon selama fermentasi tempe daidzein, genistein,
glisitein, dan Faktor-II, ternyata memenuhi kriteria tersebut. Sistem gugus fungsi
demikian memungkinkan terbentuknya kompleks dengan logam (Zilliken, 2009).
Aktivitas estrogenik isoflavon ternyata terkait dengan struktur kimianya yang
mirip dengan stilbestrol, yang biasa digunakan sebagai obat estrogenik. Bahkan,
senyawa isoflavon mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dari stilbestrol.
Daidzein merupakan senyawa isoflavon yang aktivitas estrogenik-nya lebih tinggi
dibandingkan dengan senyawa isoflavon lainnya. Aktivitas antiinflamasi
ditunjukkan oleh gugus C=O pada posisi C-3 dan gugus -OH pada posisi C-5 yang
dapat membentuk kompleks dengan logam besi, seperti quersetin. Sedang
aktivitas anti-ulser ditunjukkan oleh struktur gugus -OH yang bersebelahan,
seperti pada mirisetin. Sebagaimana diperlihatkan oleh Graham dan Graham
(1991) bahwa senyawa formononitin dan gliseolin berpotensi untuk membunuh
kapang patogen sehingga berpotensi sebagai senyawa pestisida (biopestisida). Di
atas disebutkan bahwa senyawa isoflavonoida banyak mempunyai aktivitas
biologis. Mekanisme aktivitas senyawa ini dapat dipandang sebagai fungsi "alat
komunikasi" (molecular messenger) dalam proses interaksi antar sel yang
selanjutnya mempengaruhi proses metabolisma sel atau makhluk hidup yang
25 bersangkutan. Dalam hal ini, dapat secara negatif (menghambat) maupun secara
positif (menstimulasi).
Jenis senyawa isoflavon di alam sangat bervariasi. Di antaranya telah berhasil
diidentifikasi struktur kimianya dan bahkan telah diketahui fungsi fisiologisnya
dan telah dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan (Zilliken, 2009).
Senyawa isoflavon terbukti juga mempunyai efek hormonal, khususnya efek
estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon yang dapat
ditransformasikan menjadi equol, dimana equol ini mempunyai struktur fenolik
yang mirip dengan hormon estrogen ( Pradana, 2009).
2.6 Marmut (Cavia cobaya)
Marmut (Cavia cobaya) adalah hewan asli Amerika Selatan, mempunyai bulu
halus dan licin dengan warna bermaca-macam. Semua marmut (Cavia cobaya)
mempunyai badan pendek, kuat dengan telinga dan kaki juga pendek. Dalam
kondisi sehat, marmut merupakan hewan yang amat jinak. Rata-rata hidupnya 2
tahun atau lebih sedikit. Berat badan pada umur 4 minggu dapat mencapai 200 gr
dan dewasa sampai 800 gr atau lebih. Kebanyakan marmut (Cavia cobaya)
laboratorium merupakan keturunan dari galur Dunkin dan Hartley. Ada beberapa
sifat marmut yang berbeda dengan hewan percobaan lain pertama, marmut (Cavia
cobaya) tidak mempunyai ekor menonjol, kedua pada waktu lahir anak marmut
mirip dengan dewasa. Marmut (Cavia cobaya) biasanya hanya makan sayursayuran, berbeda dengan hewan lain marmut memerlukan banyak vitamin C
26 dalam makanannya dan memerlukan serat kasar sepuluh kali lebih besar
dibandingkan dengan hewan percobaan lain (Smith, dan Mangkoewidjojo, 1999).
Penggunaan marmut sebagai hewan percobaan masih sangat penting karena
marmut mempunyai beberapa sifat yang tidak terdapat pada hewan coba lain.
Pertama, marmut tidak mempunyai ekor menonjol, kedua, pada waktu lahir anak
marmut mirip dengan dewasa yaitu sudah berambut dan mata sudah terbuka.
Akhirnya, anak marmut sudah dapat makan makanan keras pada umur 5 hari.
Rata-rata hidupnya 2 tahun atau lebih sedikit, tetapi dapat sampai 8 tahun. Marmut
sudah lama dipakai sebagai hewan percobaan, paling sedikit sejak tahun 1780
(Wagner, 1976). Keuntungannya adalah bahwa marmut kecil, jinak dan mudah
dipelihara. Dalam kondisi sehat, marmut merupakan hewan yang amat jinak,
berbulu licin, mengkilap dan bersih (Smith dan Mangkoewidjojo, 1999).
2.6.1 Data Biologis Marmut
Lama hidup
: 2-3 tahun, dapat sampai 8 tahun
Lama produksi ekonomis
: 1-2 tahun
Lama bunting
: 55-75 hari, rata-rata 68 hari
Kawin sesudah beranak
: 6 sampai 20 jam
Umur disapih
: 14 -21 hari
Umur dewasa
: 55-70 hari
Umur dikawinkan
: segera sesudah berat badan mencapai 400gr
Siklus kelamin
: poliestrus
27 Siklus estrus ( birahi)
: 16-19 hari
Periode estrus
: 6-11 jam
Perkawinan
: pada waktu estrus
Ovulasi
: rata-rata 10 jam sesudah estrus spontsn
Fertilisasi
: 1-15 jam sesudah kawin
Implantasi
: 6,0-7,5 hari sesudah fertilisasi
Berat dewasa
: 600-1000 g jantan, 600-800 g betina
Berat lahir
:75-100 g, tergantung jumlah anak.
2.6.2 Siklus Kelamin Marmut
Peristiwa-peristiwa fisiologis yang utama pada siklus estrus terjadi pada
ovarium, Kejadian-kejadian tersebut tercermin pada perubahan-perubahan yang
terjadi pada vagina dibawah pengaruh hormon-hormon ovarium, yakni estrogen
dan progesteron. Histologi epitelium vagina tidak tinggal tetap diam selama
siklus. Epitelium vagina secara siklik rusak dan dibangun kembali, bervariasi dari
bentuk skuama berlapis sampai kuboid rendah (Shearer, 2008)..
Siklus estrus adalah waktu antara periode estrus. Betina memiliki waktu
sekitar 25-40 hari pada estrus pertama. Marmut merupakan poliestrus dan ovulasi
terjadi secara spontan, durasi siklus estrus 16-19 hari dan fase estrus sendiri
membutuhkan waktu. Tahapan pada siklus estrus dapat dilihat pada vulva. Fasefase pada siklus estrus diantaranya adalah estrus, metestrus, diestrus, dan
proestrus. Periode tersebut terjadi dalam satu siklus dan serangkaian, kecuali pada
saat fase anestrus yang terjadi pada saat musim kawin (Nongae, 2008).
28 Fase proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan menurunnya
produksi progesteron untuk memulai estrus. Pada fase ini terjadi pertumbuhan
folikel yang sangat cepat (Nongae, 2008).
Fase proestrus berlangsung sekitar 2-3 hari dan dicirikan dengan
pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. Peningkatan jumlah estrogen
menyebabkan pemasokan darah ke sistem reproduksi untuk meningkatkan
kelenjar cervix dan vagina dirangsang untuk meningkatkan aktifitas sekretori
membangun muatan vagina yang tebal. Fase estrus merupakan periode waktu
ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan. Ovulasi
berhubungan dengan fase estrus, dimana pada ovarium terjadi pematangan folikel
de Graaf, estrogen yang dihasilkan folikel de Graaf menyebabkan terjadinya
perubahan pada saluran reproduksi, yaitu dinding tuba Falopi mulai berkontraksi,
fimbriae merapat dengan gerakan-gerakan khas kearah folikel de Graaf ,
vaskularisasi uterus meningkat. Uterus membesar karena akumulasi cairan dan
serviks menjadi oedematus serta kelenjarnya menghasilkan cairan yang bersifat
transparan dan liat (Shearer, 2008).
2.6.3 Histologi ovarium
Ovarium dikelilingi oleh selapis sel epitel kuboid. Sel epitel kolumnar
Ovarium tersusun atas folikel dengan berbagai tingkatan perkembangan, jaringan
interstisial, serta jaringan stroma yang berisi pembuluh darah, saraf, dan limfe
(Davis, 1999).
29 Folikel marmut diklasifikasi menjadi tiga, yaitu folikel kecil (small
follicles), folikel sedang (medium follicles), dan folikel besar (large follicles).
Folikel yang tidak berkembang secara berangsur mengalami atresia.
Atresia tahap awal ditandai dengan sel teka interna dan sel granulosa intak,
beberapa sel mulai terlepas masuk ke antrum yang masih mengandung cairan
folikel. Cumulus ooporus tampak tidak utuh dan degenerasi oosit sudah berada
dalam tahap lanjut. Sisa oosit dikelilingi zona pellusida tebal, tampak didalam
antrum. Atresia tahap lanjut ditandai dengan sel teka interna masih tetap utuh,
tampak agak hipertropi, sel granulosa tidak ada, semua sudah dilepaskan dan
direabsorpsi. Membran vitrea menebal, jaringan ikat longgar berasal dari stroma
dan telah mengisi sebagian rongga folikel yang telah mengecil, yang masih
mengandung cairan folikel. Atresia tahap akhir, seluruh folikel telah diganti oleh
jaringan ikat (Eroschenko, 2003).
30 BAB III
Kerangka Berpikir, Konsep dan Hipotesis Penelitian
3.1 Kerangka berpikir
Kerangka konsep penelitian ini didasarkan pada teori bahwa menopause
terjadi bila folikel yang tersedia menipis dan menstruasi terhenti. Menopause juga
bisa diinduksi oleh operasi pengangkatan ovarium. Faktor yang mempengaruhi
terjadinya penuaan dikategorikan dalam dua kelompok: faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, radikal bebas, dan
penyakit. Sedangkan faktor eksternal meliputi : nutrisi yang tidak tercukupi, pola
hidup yang tidak teratur, polusi lingkungan, stres, sosial ekonomi rendah. Kedua
faktor ini saling mempengaruhi.
Flavonoid yang terkandung dalam tanaman gandarusa adalah salah satu
golongan fenol alam terbesar. Flavonoid dari golongan isoflavon merupakan suatu
senyawa yang bersifat estrogenik karena mampu merangsang pembentukan
estrogen didalam tubuh. Estrogen alamiah adalah senyawa yang paling sering
dipakai sebagai TSH oral mempunyai mekanisme kerja menghambat ovulasi
dengan menekan fungsi hipotalamus yang menghambat produksi FSH dan LH
sehingga menyebabkan terganggunya perkembangan folikel ovarium. Selain itu
isoflavon memiliki aktivitas antioksidan yang dapat mencegah proses oksidasi
serta melindungi sel dari kerusakan, sehingga folikulogenesis pada ovarium dapat
ditingkatkan, jumlah folikel skunder akan lebih banyak dan jumlah kista
fungsional berkurang dengan demikian penuaan ovarium akan tertunda.
31 3.2 Konsep Penelitian
Konsep penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk bagan sebagai berikut :
Ekstrak Daun Gandarusa
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kerusakan DNA
Kesehatan
Glikosilasi
Lingkungan
Radikal Bebas
Pola makan
Penyakit/peradangan
Stress
Hormonal
Ovarium marmut
•
Jumlah folikel
skunder
•
Kista
fungsional
Gambar 3.2 Bagan konsep penelitian
32 3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
3.3.1
Ekstrak daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm.F.) dapat mencegah
penurunan jumlah folikel skunder pada ovarium marmut (Cavia cobaya).
3.3.2
Ekstrak daun gandarusa dapat menurunkan terbentuknya kista fungsional
pada ovarium marmut.
33 BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian true experimental dengan menggunakan post
test only control group design (Pocock, 2008) Skema penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut:
P0
O1
P1
P
S
O2
R
P2
O3
P3
O4
Keterangan :
P
=
Populasi
S
=
Sample
R
=
Random
P0
= kelompok kontrol/Placebo dengan pemberian 6 ml aquadest
P1
= kelompok perlakuan1 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa
Dengan konsentrasi 10%
P2
= kelompok perlakuan 2 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa
Dengan konsentrasi 20%
P3
= kelompok perlakuan 3 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa
Dengan konsentrasi 30%
34 O1
= observasi folikel sekunder dan kista fungsional pada kelompok kontrol
post test
O2
= observasi folikel sekunder dan kista fungsional pada kelompok
perlakuan 1 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa dengan
konsentrasi 10%.
O3
= observasi folikel sekunder dan kista fungsional pada kelompok
perlakuan 2 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa dengan
konsentrasi 20%.
O4
= observasi folikel sekunder dan kista fungsional pada kelompok
perlakuan
3 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa dengan
konsentrasi 30%.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Universitas Islam AlAzhar Mataram, dan Laboratorium PA Balai Besar Veteriner (BBVT) Denpasar,
Jl. Raya sesetan No. 266. Waktu penelitian selama 2 (dua) bulan.
4.3 Subjek dan Sampel
4.3.1 Variabilitas Populasi
Populasi penelitian adalah marmut betina (Cavia cobaya) berumur 24 bulan.
4.4 Kriteria sampel
4.4.1 Kriteria Inklusi
4.4.1.1 Marmut betina dewasa yang berumur 24 bulan
4.4.1.2 Marmut betina yang sehat dan tidak bunting
4.4.1.3 Berat badan 600-650gram.
35 4.4.2 Drop Out
Marmut mati saat penelitian.
4.4.3 Besar Sampel
Besar sampel yang diperlukan pada eksperimen ditentukan dengan rumus
Federer (1963)
( n – 1 ) x ( t – 1 ) ≥ 15
n = jumlah replikasi
t = jumlah perlakuan
perhitungan sebagai berikut ( n - 1 ) x ( 4 – 1 ) ≥ 15. n = 6. Jumlah
sample perkelompok adalah 6 ekor, kemudian ditambahkan 10% sehingga total
jumlah sampel yang digunakan menjadi 28 ekor.
4.4.4 Tehnik Penentuan Sampel
Tehnik penentuan sampel penelitian adalah marmut normal yang memenuhi
syarat sebagai sampel penelitian. Sampel yang dipilih kemudian dibagi menjadi 4
(empat) kelompok secara acak (random), dimana satu kelompok sebagai
kelompok kontrol dan 3 (tiga) kelompok lainnya sebagai kelompok eksperimen.
Penentuan umur sampel berdasarkan pertimbangan proses penuaan, berat
badan dan waktu kawin. sedangkan pada manusia proses penuaan dimulai sejak
fase peri menopause sampai menopause yang memakan waktu 4 atau 5 tahun
bahkan lebih.
36 4.5 Variabel penelitian
4.5.1 Identifikasi Variabel
Variabel penelitian yang akan diukur adalah Jumlah folikel sekunder, jumlah
kista fungsional baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.
4.5.2 Klasifikasi variabel
Variabel Bebas
: (Independent variable) pemberian ekstrak air daun
gandarusa, 10% (10gr/100cc), 20% (20gr/100cc), dan 30%
(30gr/100cc).
Variabel Tergantung : Jumlah folikel sekunder, jumlah kista fungsional.
Variabel Kontrol
: Temperatur, makanan, berat badan, kandang.
4.5.3 Definisi operasional
4.5.3.1 Pemberian ekstrak air daun gandarusa yang diberikan peroral kepada
marmut betina melalui sonde sebanyak 6 ml per g BB marmut 2 kali
sehari. Ekstrak daun gandarusa dibuat dengan konsentrasi 10% (10 g /
100 ml ), 20% ( 20g / 100 ml ), dan 30% ( 30 g / 100 ml ).
4.5.3.2 Folikel sekunder merupakan sel granulosa yang mengelilingi oosit primer
disertai dengan adanya akumulasi cairan folikuli di antara sel granulosa.
jumlah folikel skunder pada ovarium marmut didapatkan dengan
pengamatan preparat histologis pada setiap ovarium kiri dan kanan, yang
diamati dalam lima lapang pandang menggunakan mikroskop Olympus
tipe BX51 dengan perbesaran 10x10 (100 kali), pengamatan dimulai dari
37 kiri lalu digeser kekanan, kemudian kebawah sesuai arah jarum jam. Hasil
pengamatan ovarium kiri dan kanan kemudian dijumlahkan.
4.5.3.3 Kista fungsional merupakan folikel sekunder atau folikel besar yang gagal
berkembang, dimulai dari terlepasnya beberapa sel granulosa dan masuk
kedalam antrum sampai dengan bentuk folikel tidak beraturan. Kista
fungsional adalah suatu rongga atau kista yang terbentuk secara fisiologis
karena proses penuaan. jumlah kista fungsional pada ovarium marmut
didapatkan dengan pengamatan preparat histologis pada setiap ovarium
kiri dan kanan, yang diamati dalam lima lapang pandang menggunakan
mikroskop Olympus tipe BX51 dengan perbesaran 10x10 (100 kali),
pengamatan dimulai dari kiri lalu digeser kekanan, kemudian kebawah
sesuai arah jarum jam. Hasil pengamatan ovarium kiri dan kanan
kemudian dijumlahkan
4.5.3.4 Berat badan marmut betina adalah bobot badan marmut yang dinyatakan
dalam satuan gram (600-630 gram)
4.5.3.5 Marmut sehat adalah marmut yang tidak menderita cacat atau kelainan
atau penyakit.
4.5.3.6 Pernah beranak atau fertil adalah marmut betina yang sudah pernah
beranak 4-5 kali.
4.5.3.7 Tidak bunting adalah marmut betina yang tidak sedang dalam keadaan
mengandung anaknya.
38 4.6 Hubungan antar Variabel
Variabel Bebas
Variabel Tergantung
•
•
•
Perlakuan P1 S/d
Perlakuan P4
Folikel skunder
Stroma ovarium
Kista fungsional
Variabel Kontrol
•
•
•
•
Berat badan
Temperatur
Makanan
Kandang
Bagan 4.6 Hubungan antar variabel
4.7 Bahan penelitian
4.7.1 Daun tanaman gandarusa yang diekstrak dengan aqudest dengan konsentrasi
10% (10gr/100ml), 20% (20gr/100ml), dan 30% (30gr/100ml)
4.7.2 Hewan coba
Dalam penelitian ini digunakan marmut betina yang berumur
kurang lebih 24 bulan, diperkirakan sedang mengalami proses penuaan,
berat badan 600-630 gram. Diberi makan dan minum ad libitum dengan
ransum yang berbentuk pellet, dengan volume dan komposisi yang sama.
4.7.3 Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan untuk pewarnaan preparat histologi
ovarium terdiri dari : Larutan formalin 10%, yang digunakan untuk
39 menyimpan organ fiksasi; etanol 96%; paraffin cair histosac; hematoxylin
eosin (HE); xylol; balsam.
4.7.4 Alat penelitian
Meliputi timbangan gram; kaca benda dan kaca penutup;
mikroskop Olympus tipe BX 51; seperangkat alat bedah, dan mikrotom
Microm tipe HM 351.
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1
Pembuatan ekstrak air daun gandarusa
Pembuatan ekstrak air daun gandarusa 10% b/v dilakukan dengan
mengeringkan sejumlah daun gandarusa yang sudah dibersihkan dari
kotoran dengan pencucian. Kemudian dikeringkan dengan dianginanginkan, tidak langsung dijemur dibawah sinar matahari. Setelah kering
daun dibuat serbuk dan disaring dengan ayakan biasa kemudian
dihomogenkan.
Serbuk yang sudah homogen ditimbang 10 gram, dimasukkan ke
dalam panci ekstrak dan ditambah aquades 100 ml.
Panci ekstrak
kemudian dipanaskan di atas pemanas air selama 15 menit, terhitung mulai
suhu 900C, sambil sesekali diaduk. Kemudian disaring selagi panas dengan
kain flanel dan ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga
diperoleh volume 100 ml.
40 Cara yang sama dilakukan pada pembuatan ekstrak daun gandarusa
20% b/v dan 30% b/v yaitu dengan menimbang sebanyak 20 gram dan 30
gram serbuk daun gandarusa yang sudah homogen.
Teknik ekstrak mempunyai beberapa keuntungan yaitu murah,
cepat, dan mudah, karena caranya sederhana. Keuntungan lainya, yaitu
karena pelarutnya menggunakan air, maka setelah dikonsumsi bahan
tumbuhan ini akan berada pada lingkungan yang sesuai karena dalam
tubuh manusia bahan ini ada dalam lingkungan air juga.
4.8.2
Pengumpulan data
Hewan coba yaitu marmut betina disiapkan 28 ekor yang dipilih
secara random. Adaptasi marmut selama 7 hari. Selama proses adaptasi
marmut tetap diberi makan berupa ransum ayam berbentuk pellet dan
minum sesuai kebutuhan. Selesai proses adaptasi, berat badan marmut
ditimbang dengan timbangan Camry tipe s/m spica 2011. Selanjutnya
marmut dipisahkan menjadi empat kelompok, yaitu kelompok placebo,
kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 3.
Setiap kelompok ditempatkan pada satu kandang. Setiap marmut pada
kelompok placebo diberikan aquadest sebanyak 6 ml selama 28 hari,
sedangkan marmut pada kelompok perlakuan 1 (P1) diberikan ekstrak
daun gandarusa dengan konsentrasi 10% sebanyak 6 ml, marmut pada
kelompok perlakuan 2 (P2) diberikan 6 ml ekstrak daun gandarusa dengan
konsentrasi 20% dan kelompok perlakuan 3 (P3) diberikan 6 ml ekstrak
41 daun gandarusa dengan konsentrasi 30% , per oral dua kali sehari jam 8
pagi dan jam 5 sore selama 28 hari.
Penetapan dosis dan lama perlakuan berdasarkan pada penelitian
terdahulu
tentang
pemberian
ekstrak
daun
gandarusa
terhadap
spermatogenesis marmut jantan. Penelitian tersebut bertujuan untuk
melihat
pengaruh
ekstrak
tanaman
gandarusa
terhadap
jumlah
spermatogonium A, spermatosit primer pakhiten, spermatid 6 dan 7.
Marmut jantan yang menjadi hewan coba diberikan dosis 6 ml ekstrak
daun gandarusa dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30% (Darmayasa,
2006) dan pemberian estrogen menghambat proses penuaan pada ovarium
mencit betina selama 28 hari (Natasha, 2007).
Setelah perlakuan selama 28 hari, dilakukan pembedahan. Langkah
kerja pembedahan dimulai dengan memasukkan marmut kedalam tabung
yang berisi chloroform 100% sampai marmut mati, kemudian dibedah
untuk mengambil organ ovarium kiri dan kanan untuk pembuatan preparat
histologis ovarium. Hewan coba yang telah mati dan diambil organnya
ditanam didalam tanah.
4.8.3 Pembuatan sediaan
Pembuatan sediaan mikroanatomi ovarium dilakukan dengan
metode paraffin dengan tahapan sebagai berikut.
42 4.8.3.1 Fiksasi
Ovarium difiksasi dalam larutan formalin buffer, dilanjutkan
dengan larutan Bouin selama 3 jam.
4.8.3.2 Washing, dehidrasi dan clearing
Organ ovarium dicuci dengan alkohol 70% beberapa kali.
Dehidrasi dilakukan dengan alkohol konsentrasi bertingkat dimulai dari
alkohol 70%, 80%, 90%, 95% absolut. Untuk menjernihkan, organ
ovarium, direndam dalam toluol selama semalam.
4.8.3.3 Infiltrasi dan embedding
Infiltrasi paraffin ke dalam jaringan dengan cara merendam organ
ovarium dalam campuran toluol dan paraffin selama 30 menit, kemudian
dilanjutkan dengan paraffin murni I, II, III masing-masing selama 50 menit
selanjutnya dilakukan embedding yaitu penanaman organ dalam paraffin
padat.
4.8.3.4 Pengirisan dan penempelan
Blok paraffin yang berisi organ ovarium diiris 6 µm dibagian
tengah menggunakan mikrotom Microm type HM 351. Kemudian ditempel
pada gelas benda yang telah diolesi dengan Mayers albumin. Dibiarkan
selama 24 jam agar penempelan irisan organ ovarium marmut menempel
cukup kuat.
43 4.8.3.5 Staining dan mounting
Sediaan dipulas dengan Hematoxylin Ehrlich-Eosin dengan urutan
sebagai berikut: xylol I selama 5 menit; xylol II selama 5 menit; xylol III
selama 5 menit; alkohol 100% I selama 5 menit; alkohol 100% II selama 5
menit; aquadest (beberapa celup), Harris-Hematoxylin selama 15 menit;
aquadest selama 1 menit (celup naik turun); acid alkohol 1 % sebanyak 5 7 celupan (jangan sampai pucat); aquadest I selama 1 menit; aquadest II
selama 15; eosin selama 2 menit; alkohol 96% I selama 3 menit; alkohol
96% II selama 3 menit; alkohol 100% I selama 3 menit; alkohol 100% II
selama 3 menit; xylol IV selama 5 menit; xylol V selama 5 menit. Sediaan
yang telah dipulas ditutup, direkatkan menggunakan permount.
4.8.4 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan untuk melihat gambaran histologis
folikel skunder dan kista fungsional pada setiap ovarium kiri dan kanan,
yang diamati dalam lima lapang pandang menggunakan mikroskop
Olympus tipe BX51 dengan perbesaran 10x10 (100 kali), pengamatan
dimulai dari kiri lalu digeser kekanan, kemudian kebawah sesuai arah
jarum jam. Hasil pengamatan ovarium kiri dan kanan kemudian
dijumlahkan. Secara skematis, prosedur penelitian yang dilaksanakan
sebagai berikut.
44 Marmut
28 ekor
Random
Adaptasi selama 7 hari
Kelompok P0
Kelompok P1
Kelompok P2
(Kontrol)
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Aquadest
10% ekstrak
daun gandarusa
20% ekstrak
daun gandarusa
Kelompok P3
Perlakuan 3
30% ekstrak
daun gandarusa
Post test
Pembedahan
Pembuatan
preparat
Pemeriksaan
histologi
ovarium
4.8 Bagan Prosedur Penelitia
Analisis data
45 4.9 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer, data yang diperoleh
dianalisis dengan langkah – langkah sebagai berikut.
4.9.1
Analisis deskriptif (distribusi frekuensi).
4.9.2
Analisis normalitas data diuji dengan Shapiro Wilk. Data terdistribusi
normal karena nilai P>0,05.
4.9.3
Levene test untuk menguji homogenitas data, variansnya dinyatakan
homogen karena nilai P>0,05
4.9.4
Analisis komparatif, karena data terdistribusi normal dan variansnya
homogen, maka dipakai uji Anova dan dilanjutkan dengan uji LSD.
Analisis data menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau dinyatakan berbeda bila
P<0,05.
46 BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1
Analisis Deskriptif
5.1.1
Rerata (mean) sesudah perlakuan (posttest)
Tabel 5.1
Rerata (mean) sesudah perlakuan (posttest)
(Lampiran halaman 59)
Mean
Placebo
(P0) Kista fungsional
Folikel sekunder
4,61 2,07 2,71 3,29 (P1)
4,43 2,29 (P2)
5,43
2,00 Perlakuan
(P3)
5,86 0,71 Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rerata folikel sekunder pada
kelompok perlakuan 3 (P3) = 5,86, lebih tinggi dari pada kelompok placebo (P0)
= 2,71. Rerata kista fungsional pada kelompok perlakuan (P3) = 0,71, lebih rendah
bila dibandingkan kelompok placebo (P0) = 3,29.
5.1.2
Normalitas data
Normalitas data diuji menggunakan uji Shapiro Wilk berikut ini.
47 Tabel 5.2
Hasil uji normalitas data dengan Shapiro Wilk
(Lampiran halaman 60)
Kelompok
n
Folikel sekunder
Kista fungsional
p Placebo (P0)
7
0,086
0,140
Perlakuan (P1)
7
0,215
0,086
Perlakuan (P2)
7
0,307
0,144
Perlakuan (P3)
7
0,873
0,086
Tabel 5.2 menunjukkan seluruh data pada folikel sekunder dan kista
fungsional setelah perlakuan pada kelompok placebo (P0), maupun kelompok
perlakuan (P1, P2, dan P3) terdistribusi normal, nilai p> 0,05. Nilai p, pada folikel
sekunder kelompok placebo (P0) p 0,086. Pada kelompok perlakuan 1 (P1) nilai p
0,215, kelompok perlakuan 2 (P2) nilai p 0,307, kelompok perlakuan 3 (P3) nilai p
0,873. Sedangkan pada kista fungsional nilai p pada kelompok placebo (P0) p
0,140, pada kelompok perlakuan (P1) p 0,086, kelompok perlakuan (P2) p 0,144,
kelompok perlakuan (P3) p 0,086.
5.2
Analisis Komparatif
5.2.1
Hasil uji homogenitas
Homogenitas data diuji dengan Levene’s test, diuraikan berikut ini.
48 Tabel 5.3
Hasil uji homogenitas Variance
(Lampiran halaman 60)
Kelompok
Levene's
P
Folikel sekunder
0,800
0,506
Kista fungsional
1,319
0,291
Tabel 5.3 menunjukkan nilai p pada folikel sekunder (p 0,506) p> 0,05 ,
pada kista fungsional (p 0,291) p>0,05. Nilai tersebut menunjukkan seluruh data
memiliki varians yang sama atau homogen.
5.2.2
Hasil uji One way anova
Tabel 5.4
Hasil uji One way anova
(Lampiran halaman 61)
Kelompok
F-hitung
P
Folikel sekunder
9,176
0,000
Kista fungsional
6,667
0,002
Tabel 5.4 menunjukkan nilai p pada folikel sekunder (p 0,000) nilai p<
0,05 sedangkan pada kista fungsional nilai (p 0,002) nilai p< 0,05. Nilai tersebut
dinyatakan signifikan, dengan demikian dapat dikatakan pemberian ekstrak air
daun gandarusa dapat mempertahankan jumlah folikel sekunder pada ovarium
marmut lebih banyak dibandingkan pada kelompok placebo yang diberikan
aqudest. Pemberian ekstrak air daun gandarusa juga mampu menurunkan
49 terbentuknya kista fungsional lebih banyak bila dibandingkan dengan kelompok
placebo.
5.2.3
Hasil Uji LSD
Tabel 5.5
Hasil uji LSD
(Lampiran halaman 62)
Kelompok
Folikel sekunder
Mean DF
Sig
Kel. P 0 vs Kel. P 1
Kel. P 0 vs Kel. P 2
Kel. P 0 vs Kel. P 3
Kel. P 1 vs Kel. P 2
Kel. P 1 vs Kel. P 3
Kel. P 3 vs Kel. P 2
-1,714
-2,714
-3,143
-1
-1,429
(p)
0,015
0,000
0,000
0,138
0,038
0,429
0,517
-1
1,286
2,571
0,286
1,571
-1,286
0,098
0,036
0,000
0,627
0,012
0,036
KistaFungsional
Kel. P 0 vs Kel. P 1
Kel. P 0 vs Kel. P 2
Kel. P 0 vs Kel. P 3
Kel. P 1 vs Kel. P 2
Kel. P 1 vs Kel. P 3
Kel. P 3 vs Kel. P 2
Tabel 5.5 hasil analisis Post Hoc, menunjukkan perbandingan antara
kelompok kontrol dengan perlakuan 1 pada folikel sekunder, p = 0,015.
Perbandingan kelompok 0 (kontrol) dengan kelompok perlakuan 2, nilai p =
0,000, perbandingan kelompok Kontrol dengan perlakuan 3, nilai p = 0,000
Perbandingan kelompok perlakuan 1 dengan kelompok perlakuan 2 nilai p =
0,138, Kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 3 nilai p = 0,038. yang berarti
terdapat perbedaan yang bermakna atau dapat dinyatakan signifikan. Pada masing-
50 masing kelompok yang dibandingkan hasilnya menunjukkan nilai statistik yang
bermakna dengan nilai P<0,05
Perbandingan kelompok perlakuan 3 dengan kelompok perlakuan 2 nilai p
= 0,517. Tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna karena nilai P> 0,05
Pada kista fungsional menunjukkan perbandingan antara kelompok kontrol
dengan perlakuan 1, nilai p = 0,098. Kelompok kontrol dengan perlakuan 2,
menunjukkan nilai p = 0,036. Kelompok kontrol dengan perlakuan 3 nilai p =
0,000. yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna atau dapat dinyatakan
signifikan. Pada masing- masing kelompok yang dibandingkan hasilnya
menunjukkan nilai statistik yang bermakna dengan nilai P<0,05. Pada kelompok
perlakuan 1 dengan perlakuan 2 nilai p = 0,627. Tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna karena nilai P > 0,05.
Kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 3 nilai p = 0,012 dan kelompok
perlakuan 3 dengan perlakuan 2 nilai p = 0,036. Pada masing- masing kelompok
yang dibandingkan hasilnya menunjukkan nilai statistik yang bermakna dengan
nilai P<0,05
Dengan demikian pemberian ekstrak air daun gandarusa dinyatakan
mampu mempertahankan jumlah folikel sekunder lebih banyak pada dosis 30%,
lebih efektif bila dibandingkan dengan dosis 20% dan 10%. Sedangkan pada kista
fungsional pemberian ekstrak air daun gandarusa menunjukkan, perlakuan
dengan dosis 30% mampu mengurangi terbentuknya kista fungsional lebih efektif
dibandingkan dengan dosis 20% dan 10%.
51 BAB VI
PEMBAHASAN
Kematian sel pada organ reproduksi wanita telah dimulai pada masa
embrio dimana oogonia yang sudah menjadi oosit primer mengalami atresia.
Semakin bertambahnya umur, jumlah oosit semakin berkurang hingga pada saat
menopause jumlah oosit kurang dari seratus bahkan tidak ada. Hal tersebut juga
diikuti oleh penuaan ovarium (Sadler, 2004).
Menurut Goldman and Klatz (2007), proses penuaan tidak sama pada
setiap orang. Kondisi ini berkaitan dengan adanya toksin dalam diet dan
lingkungan. Disisi lain, hormon sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan
mengatur
fungsi
tubuh.
Menurunya
produksi
hormon
akibat
penuaan,
menyebabkan kemampuan tubuh untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh
juga menurun. Pangkahila (2007b) menguraikan, pada tahap subklinik (umur 2535 ) tahun sebagian besar hormon didalam tubuh seperti testosteron, growth
hormone, dan estrogen mulai menurun.
Estrogen
dihasilkan
dari
proses
aromatisasi
androgen
terutama
androstenedion dibawah pengaruh FSH. Atas pengaruh FSH dan estrogen, sel-sel
teka interna folikel membentuk reseptor LH. Dibawah pengaruh LH, sel teka
tersebut menghasilkan androgen. Semakin banyak androgen yang dihasilkan,
semakin banyak pula estrogen yang dibentuk. Meningkatnya estrogen
menyebabkan aktifitas FSH dalam folikel semakin kuat, memberi umpan balik
negatif ke hipofisis untuk menghambat sekresi FSH serta memfasilitasi pengaruh
FSH dalam membentuk reseptor LH di sel granulosa, puncaknya FSH merangsang
52 reseptor LH yang adekuat di sel-sel granulosa sehingga terjadi luteinisasi
(Adnyana, 2005 ).
Turunnya kadar FSH menyebabkan folikel antral yang lebih kecil
mengalami
atresia,
sedangkan
folikel
dominan
terus
tumbuh
dengan
mengakumulasi jumlah sel-sel granulosa dan reseptor FSH yang lebih banyak.
Tingginya kadar estrogen dalam folikel memberi umpan balik positif ke hipofise
untuk menghasilkan lonjakan LH. Lonjakan LH tersebut menyebabkan
terbentuknya progesteron di sel-sel granulosa. FSH, LH, dan progesteron
menstimulasi enzim – enzim proteolitik yang mendegradasi kolagen di dinding
folikel sehingga mudah ruptur. Terbentuknya prostaglandin menyebabkan otototot polos ovarium berkontraksi sehingga membantu pelepasan ovum (Bulun and
Adashi, 2002).
Setelah ovulasi, sel- sel stratum granulosa, jaringan ikat, dan pembuluh
darah kecil ovarium mulai berproliferasi. Selanjutnya sel-sel granulosa membesar
dan mengandung lutein dengan banyak kapiler dan jaringan ikat diantaranya, serta
berwarna kekuningan yang disebut korpus luteum. Bila terjadi fertilisasi, korpus
luteum tersebut dipertahankan sampai plasenta terbentuk sempurna. Bila tidak
terjadi fertilisasi, sel- selnya mengalami atropi dan terbentuklah korpus albikans
(Wiknjosastro, 2005).
Tabel 5.1 menyajikan tentang rerata (mean) kelompok placebo (P0) dan
kelompok perlakuan P1,P2 dan P3. Rerata jumlah folikel sekunder setelah
perlakuan lebih tinggi bila dibandingkan kelompok placebo sedangkan jumlah
53 kista fungsional setelah perlakuan lebih rendah bila dibandingkan kelompok
kontrol
Penurunan jumlah folikel sekunder serta peningkatan terbentuknya kista
fungsional setelah perlakuan pada kelompok placebo (PO), disebabkan oleh
terjadinya proses penuaan pada marmut. Gordon and Speroff (2002) menguraikan,
jumlah folikel terus berkurang seiring dengan bertambahnya usia perempuan.
Dalam 10-15 tahun terakhir sebelum menopause, terjadi suatu percepatan
kehilangan folikel. Jumlah folikel primordial pada saat menopause mungkin akan
habis atau kurang dari seratus. Hal ini menyebabkan turunnya level hormon
estrogen akibat berkurangnya jumlah folikel aktif, meningkatnya jumlah folikel
yang mengalami atresia akibat apoptosis, peningkatan FSH serta penurunan level
inhibin B seperti insulin-like growth factor I. Menurut Goldman and Klatz (2007),
hormon sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh. Bila
produksi hormon menurun, maka kemampuan tubuh untuk memperbaiki dan
mengatur fungsi juga menurun.
Hasil uji One Way Anova pada tabel 5.4 menunjukkan nilai p pada folikel
sekunder (p 0,000) nilai p< 0,05 sedangkan pada kista fungsional nilai (p 0,002)
nilai p< 0,05. Nilai tersebut dinyatakan signifikan, dengan demikian dapat
dikatakan pemberian ekstrak air daun gandarusa dapat mempertahankan jumlah
folikel sekunder pada ovarium marmut lebih banyak dibandingkan pada kelompok
placebo yang di berikan aqudest. Pemberian ekstrak air daun gandarusa juga
mampu
menurunkan
terbentuknya
kista
dibandingkan dengan kelompok placebo.
fungsional
lebih
banyak
bila
54 Hasil uji tersebut disebabkan oleh kemampuan flavonoid yang terkandung
dalam ekstrak air daun gandarusa menghambat pembentukan radikal bebas,
sehingga dapat melindungi DNA dan sel dari kerusakan. Folikel yang terdiri dari
sel-sel yang utuh (tidak rusak) mempunyai kemampuan berkembang ke tahap
berikutnya yaitu folikel kecil - folikel sedang - folikel besar kemudian mengalami
ovulasi yang di lanjutkan dengan pembentukan korpus luteum. Dengan banyaknya
folikel yang berkembang sampai mencapai ovulasi, maka pembentukan folikel
atresia dapat dikurangi.
Sebelum mencapai masa pubertas semua folikel dikorteks ovarium berada
pada tahap folikel primordial. Folikel ovarium diliputi oleh jaringan stroma dan
terdiri dari oosit primer yang dikelilingi oleh sel folikular. Folikular sel berasal
dari epitel germinal, turunan dari mesothelial yang berasal dari mesonefros.
Perkembangan folikel primer tidak tergantung pada FSH tapi diferensiasi dan
proliferasinya dipicu oleh faktor lokal yang tidak diketahui, disekresikan oleh sel
ovarium. Perkembangan folikel skunder dan tahap selanjutnya dipengaruhi oleh
FSH (Shimaki and Ericsson, 2001).
Folikel primordial terdiri dari selapis sel folikular yang mengelilingi oosit
primer dan dipisahkan dari stroma ovarium oleh lamina basal. Oosit primer
berdiameter 25 mikrometer (Gartner and Hiatt, 2001) ada dua tipe folikel primer,
unilaminar dan multilaminar tergantung dari jumlah lapisan folikuler yang
mengelilingi oosit primer. Oosit primer berdiameter 100-150 mikrometer dengan
nukleus yang lebih besar. Folikuler sel berbentuk kuboid, bila ada selapis sel
folikuler yang mengelilingi oosit primer disebut unilaminar folikel primer. Bila sel
55 folikular berproliferasi membentuk beberapa lapisan dikenal dengan sel granulosa
mengelilingi oosit primer disebut multilaminar folikel primer ( Gartner and Hiatt
2001).
Folikel sekunder hampir mirip dengan multilaminar folikel primer disertai
dengan adanya akumulasi cairan folikuli diantara sel granulosa (Gartner and
Hiatt, 2001) folikel degraf disebut folikel yang masak, mencapai diameter 2,5 cm
menjelang ovulasi ( Gartner and Hiatt, 2001).
Flavonoid yang terkandung dalam ekstrak air gandarusa juga mampu
menghambat aktivitas xanthin oxsidase serta memiliki kemampuan anti
lipoperoxidative serta mencegah oksidasi glutation. Hal tersebut melindungi DNA
dari kerusakan sel. Antioksidan flavonoid dapat melindungi sel dari radikal bebas
dan kerusakan. Hal ini disebabkan oleh afinitas flavonoid terhadap Fe yang sangat
kuat sehingga kemampuan Fe untuk mengkatalis proses terbentuknya radikal
bebas menjadi berkurang, disamping itu isoflavon dapat meningkatkan
terbentuknya superoksid dismutase (SOD) dan menurunkan kadar malondialdehid
(MDA) yang dapat melindungi sel dari serangan stress oksidatif (Astuti, 2008).
Isoflavon merupakan flavonoid yang memiliki efek estrogenik. Aktivitas
isoflavon sangat tergantung pada reseptor estrogen dalam tubuh. Isoflavon
khususnya genistein dapat berikatan dengan reseptor α dan β estrogen. Afinitas
isoflavon sama dengan estrogen bila berikatan dengan reseptor β estrogen. Bila
kadar estrogen dalam tubuh berkurang, isoflavon dapat mengambil alih efek
estrogen (Baziad, 2003 a).
56 BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pemberian ekstrak
daun gandarusa (Justicia gendarusa Burm.f) pada marmut betina dengan
konsentrasi 10%, 20%, dan 30% selama 28 hari, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa pemberian ekstrak daun gandarusa dapat menghambat penuaan ovarium
marmut seperti berikut:
7.1.1
Pemberian ekstrak daun gandarusa selama 28 hari dapat menghambat
penurunan jumlah folikel sekunder pada ovarium marmut.
7.1.2
Pemberian ekstrak daun gandarusa selama 28 hari dapat mengurangi
terbentuknya kista fungsional pada ovarium marmut.
7.2
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut dalam jangka waktu lebih lama atau
dosis yang perlu ditingkatkan sehingga efek anti penuaan dapat lebih jelas
lagi.
57 DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, P. 2005. Menopause dan Permasalahannya dalam : Megadhana dan
Kusuma, J. Editor. Kumpulan makalah Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Obstetri dan Ginekologi. Denpasar 28-29 Oktober. p.9095
Anantasika, 2005. Fisiologi Menstruasi dalam : Megadhana Dan Kusuma, J.
Editor. Kumpulan Makalah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Obstetri dan Ginekologi, Denpasar 28-29 oktober.p. 83-89.
Astuti, 2008. Kajian Potensi Isoflavon Kedelai yang difortifikasi dengan Zn dan
Vitamin E Terhadap Kinerja Reproduksi. Available from:
http:/digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdlsussiastut-1142&q=Research. Accessed Aug, 2008 : 04.00 PM.
Baziad, A. 2003. Menopause dan Andropouse. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo.
Bloom and Fawcett, 2002 Buku ajar Histologi Edisi 12, Penerbit Buku
Kedokteran ECG Jakarta.
Bulun, SE. And Adashi, E.Y. 2002. The Physiology and Pathology of the Female
Reproductive Axis. In: Larsen, Kronenberg , Melmed, Polonsky.
Williams Textbook of Endocrynology. 10 th. Ed. Philadelphia :
Saunders. P.587- 608.
Clement, 2002 .Anatomi and Histology of the Ovary. Blausteins Pathology of the
female genital tract fifth edition, Springer ,649-669.
Darmayasa, G.B., 2006. Pemberian Ekstrak Tanaman Gandarusa Menghambat
Spermatogenesis marmut (tesis). Pasca Sarjana Program Studi Ilmu
Kedokteran Reproduksi Universitas Udayana.
Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional
Edisi 9. Alih Bahasa : Tambiyong Jan : EGC .P . 58-56.
Etnawati,D.1988. Study Fitokimia Farmakologi Daun Gandarusa (Justicia
Gendarussa Burm .F), Skripsi Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta
Gartner, L.P., Hiatt, J.L.2001. Color Textbook Of Histology, WB saunsers
Company,20:461-469.
Goldman, R. and Kaltz, R. 2007 The New Anti Aging Revolution, Advantage
Quest Publication edition, Malaysia Pp ; 20 - 25.
58 Gordon, J.D. and Sperof L. 2002. Hand Book For Clinical Gynecologic,
Endocrynology, and Fertility. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.p 54 – 64.
Guyton, A.C., 2000. Textbook of Medical Physiology tenth edition, WB Sounders
Company ; 81: 1283-1302.
Harvey, S. Menopause, Estrogen Loss, And Their Treatments. Available From
www.well.connected.com accessed Aug 8, 2008 : 02.00 PM.
Hidajat, A., 2001. Terapi Sulih Hormon Pada Menopause. Simposium
Gerontologi Medik II-Malang.
Indra, R., 2001. Fisiologi Dan Perubahan Hormonal Pada Menopause.
Simposium Gerontologi Medik II-Malang.
Maidangkay, T., 2008. Pemberian Infusa Rimpang Kencur (Kaemferia Glanga. L)
Menghambat Perkembangan Folikel Mencit Betina Dewasa (Mus
musculus) ( tesis). Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu
Kedokteran Reproduksi Universitas Udayana.
Musanip, 2006. Ekstrak Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f )
Berpengaruh Terhadap Spermatogenesis. Jurnal Ilmiah Oriza vol. V
No.2.
Natasha, F., 2007. Pemberian Estrogen Menghambat Proses Penuaan Pada
Ovarium Mencit ( tesis). Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kedokteran
Reproduksi Universitas Udayana.
Nongae, 2008.
Estrus Cycleh Available From http://nongae. gsnu. ac.
kr/~cspark/teaching/chap5. html. accessed May, 10, 2009 : 02.00 PM
Pangkahila, A., 2005. Buku Ajar Pedoman Praktis Analisis Statistik Dengan SPSS,
Program Pasca Sarjana Kedokteran, Pusat Studi Andrologi dan
Seksologi FK-UNUD.
Pangkahila, W., 2007a. Anti – Aging Medicine, Seminar Tetap Sehat dan Menarik
Walau Usia Bertambah. Denpasar, 12 Mei.
Pangkahila, W., 2007b. Anti – Aging Medicine, memperlambat penuaan
meningkatkan kualitas hidup. Kompas, Jakarta.
Pradana, S., 2009. Prospek dan Manfaat Isoflavon sebagai Fitoestrogen Bagi
Kesehatan. Available From http://en.wikipedia.org accesed May 8,
2009 : 04.00 PM.
.
59 Russo A., Acquaviva R., Campisi A., Sorrenti V., Di Giaccomo C., Virgata G.,
et.al. 2000. Bioflavonoids as Antiradicals, Antioxidants and DNA
Cleavage Protectors. Cell Biol Toxicol; 16(2):91-8
Sadler, T.W. 2004. Langman’s Medical Embriology. Philadelphia : Lippincot
William & Willkins, p: 18-24
Sastroamidjojo, S., 1967. Obat Asli Indonesia. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Shimaki,S and Erricson, G.F. 2001. The Physiology of Foliculogenesis The Role
of Novel Growth Factor, Fertility and Sterility, vol 76 no5,Pp; 943-946
Smith, J.B.& Mangkoewidjojo, S. 1999. Pemeliharaan, Pembiakan, dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UIP. Jakarta.
Syamsuhidayat, S.S., Hutapea, R.J., 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
Departemen Kesehatan R.I., Edisi 1, Jakarta. 324.
Wihandani, 2007. Tanda – tanda Penuaan. Seminar Tetap Sehat dan Menarik
Walau Usia Bertambah. Denpasar, 12 Mei
Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, p: 45 – 54.
Zilliken, F.I 2009. Production of Novel Isoflavons. Material Meeting, BMBF,
Bonn,
Germany
Available
From
http://www.naturalwoman.com/phyto.htm Accesed May 8, 2009 : 04.00 PM.
60 LAMPIRAN 1
Hasil Analisis Data
2.1 Validitas data
Cases
Valid
KLP
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
FOLSEK 0
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
1
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
2
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
3
KISTA F 0
1
2
3
7
7
7
7
7
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
0
0
0
0
0
.0%
.0%
.0%
.0%
.0%
7
7
7
7
7
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
2.2 Analisis Deskriptif
N
Sum
Mean
Std. Deviation
Variance
FOLSEK
28
129
4.61
1.685
2.840
KISTA F
28
58
2.07
1.386
1.921
Valid N (listwise)
28
61 2.3 Hasil uji normalitas
Kolmogorov-Smirnova
KLP
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig.
Statistic
df
Sig.
FOLSEK 0
.256
7
.182
.833
7
.086
1
.203
7
.200*
.877
7
.215
2
.198
7
.200*
.896
7
.307
3
.172
7
.200*
.967
7
.873
KISTA F 0
.291
7
.076
.856
7
.140
1
.256
7
.182
.833
7
.086
*
.858
7
.144
.833
7
.086
2
.214
7
.200
3
.256
7
.182
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
2.4 Uji Homogenitas Variance
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
FOLSEK
.800
3
24
.506
KISTA F
1.319
3
24
.291
62 2.5 Hasil Uji One Way Annova
ANOVA
Sum of
Squares
FOLSEK Between Groups
df
Mean Square
40.964
3
13.655
Within Groups
35.714
24
1.488
Total
76.679
27
KISTA F Between Groups
23.571
3
7.857
Within Groups
28.286
24
1.179
Total
51.857
27
F
Sig.
9.176
.000
6.667
.002
63 Multiple Comparisons
LSD
Dependent
(J)
Variable
(I) KLP KLP
FOLSEK
0
1
2
3
KISTA F
0
1
2
3
95% Confidence Interval
Mean Difference
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
1
-1.714*
.652
.015
-3.06
-.37
2
-2.714*
.652
.000
-4.06
-1.37
3
-3.143*
.652
.000
-4.49
-1.80
0
1.714*
.652
.015
.37
3.06
2
-1.000
.652
.138
-2.35
.35
3
-1.429*
.652
.038
-2.77
-.08
0
2.714*
.652
.000
1.37
4.06
1
1.000
.652
.138
-.35
2.35
3
-.429
.652
.517
-1.77
.92
0
3.143*
.652
.000
1.80
4.49
1
1.429*
.652
.038
.08
2.77
2
.429
.652
.517
-.92
1.77
1
1.000
.580
.098
-.20
2.20
2
1.286*
.580
.036
.09
2.48
3
2.571*
.580
.000
1.37
3.77
0
-1.000
.580
.098
-2.20
.20
2
.286
.580
.627
-.91
1.48
3
1.571
*
.580
.012
.37
2.77
0
-1.286*
.580
.036
-2.48
-.09
1
-.286
.580
.627
-1.48
.91
3
1.286
*
.580
.036
.09
2.48
0
-2.571*
.580
.000
-3.77
-1.37
1
-1.571*
.580
.012
-2.77
-.37
2
-1.286*
.580
.036
-2.48
-.09
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
64 LAMPIRAN 2
Gambaran Histologi Ovarium Marmut
P0 Folikel atresia Folikel skunder
P1 Folikel atresia
Folikel skunder 65 P2 Folikel Atresia Folikel skunder P3
Folikel atresia
Folikel skunder
66 Lampiran 3. Gambaran Prosedur Penelitian Menghaluskan daun gandarusa yang telah di keringkan sebelum ditimbang
Pembuatan ekstrak daun gandarusa dengan alat penangas air
67 Ekstrak daun gandarusa yang telah disaring dan diberi label.
Pemberian ekstrak sesuai perlakuan untuk masing-masing kelompok
68 Lampiran 4.
Ethical Clearance

Documentos relacionados

PDF (Halaman Depan) - Universitas Muhammadiyah Surakarta

PDF (Halaman Depan) - Universitas Muhammadiyah Surakarta lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dra. Nurul Mutmainah, M. Si, Apt selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Dr. Supardi Wongsosupant...

Leia mais

PADA DESTILASI MINYAK ATSIRI DAUN JERUK PURUT

PADA DESTILASI MINYAK ATSIRI DAUN JERUK PURUT Tanaman jeruk purut banyak dimanfaatkan bagian daun dan buahnya. Selain dimanfaatkan sebagai bumbu masakan, daun jeruk purut mempunyai kandungan minyak atsiri yang bermanfaat. PEF adalah proses pen...

Leia mais